Ajari Siswa Agar Tidak
Minder
Menciptakan suasana pembelajaran yang inspiratif
merupakan suatu hal yang patut dicontoh oleh semua tenaga pendidik. Pasalnya,
tidak semua guru (pendidik) dapat menciptakan nuansa inspiratif bagi
murid-muridnya. Padahal hakikat sebenarnya guru haruslah menjadi inspirator
bagi siswanya. Sebab, guru pemahaman di
jawa adalah seseorang yang perkataanya selalu “digugu lan di tiru” . oleh
karena itulah seorang guru harus pandai memotivasi muridnya dengan cara memadukan
materi yang diajarkan dengan nilai-nilai kehidupan melalui kata-kata motivasi,
atau bercerita tentang pengalaman pribadinya atau pengalaman orang lain yang
kiranya dapat dijadikan acuan pembangkit simpati peserta didiknya. Adapun mengajari siwa agar tidak minder,
seperti apa yang telah disampaikan salah seorang guru di SMP PGRI itu dapat
kita contoh melalui pengalaman hidupnya semasa kuliah, tentang bagaimana beliau
mengisyaratkan bahwa berbagai cara dapat kita lakukan untuk bertahan hidup demi
cita-cita. Beliau mengajarkan bahwa seorang laki-lakipun tidak boleh minder,
sekalipun harus berjualan apa saja yang penting bias bertahan hidup saat jauh
dari orang tua. Itu adalah contoh kecil dari perilaku guru yang patut kita
teladani, betapa ia dapat memotivasi muridnya supaya tidak minder dengan
mengambil contoh dari pengalamanya.
Memotivasi murid bias dilakukan dengan berbagai
cara, selain memotivasinya melalui kata-kata kitapun dapat memberikan
keteladanan yang baik melalui tindakan dari seorang guru tersebut. Sebab
menurut pendapat saya, orang memotivasi melalui tindakan konkritnya, murid akan
lebih terkesan atau lebih membekas disanubarinya. Seperti apa yang telah
terjadi pada kerabat saya sendiri, betapa seorang gurunya dapat menjadi sumber
inspirasinya dan mejadi tauladan bagi
kami semua karena sikapnya yang selalu ramah pada siapapun, dan tak segan
memungut sampah saat ia menjumpainya.
Jadi, solusi untuk masalah ini adalah :
·
Setiap
guru harus menjadi sumber motivasi bagi muridnya. Guru dapat mencontohkan perbuatan
yang baik atau bias juga dengan kata-kata motivasi, agar kehidupan murid dapat
menjadi lebih baik lagi dari segi tindakanya.
·
Mengajari
siswa agar tidak minder sebenarnya tidaklah sulit, kita dapat memberikan
penyemangat baginya atau dengan praktek langsung. Misalnya siswa disuruh untuk
latihan jualan, atau sebagainya.
BELAJAR
DI LUAR KELAS
(Asiknya
Belajar di Luar Kelas )
belajar diluar kelas merupakan suatu hal
yang sudah tidak asing lagi. Pasalnya sudah banyak yang menerapkan pembelajaran
demikian, Sekolah yang menerapkan pembelajaran ini di sebut dengan sekolah
alam, dimana siswa tidak terbatas pada petak-petak ruangan yang membuanya bosan
dengan pemandangan yang itu-itu saja, tapi mereka diberikan nuansa baru di
lingkungan alam yang terbentang luas. Selain bias melihat pemandangan hijau,
pemandangan diluar kelas juga sangat indah, sehingga belajar tekesan lebih
menyenangkan dan tidak membosankan. Walaupun sekolah alam paling banyak
dijumpai di sekolah-sekolah pra-formal, seperti di TK atau taman bermain
seperti di PAUD, tapi tidak ada salahnya bila sekolah formal menciptakan
pembelajaran yang demikian sesekali waktu untuk memberikan pembelajaran yang
baru dan memberikan penyegaran pada siswanya melalui alam. Tapi sebenarnya,
pembelajaran diluar kelas tidak harus selalu di alam yang terbentang luas,
untuk memberikan nuansa yang lebih menyenangkan bagi siswa. Karena Menurut
saya, bila murid sudah kiranya sulit dikendalikan dan dianggap mulai bosan
dengan materi yang disajikan guru, guru bias mengambil alternative lain dengan
membawanya siswanya keluar kelas, dan tidak harus pembelajaran diluar kelas itu
harus di alam yang babas, dihalaman sekolah pun dapat dijadikan laternatif
lain, yang penting penyegaran baru dilakukan untuk menciptakan mood yang baik
bagi siswanya.
Manfaat yang diperoleh dari pembelajaran
diluar kelas ini, selain dapat merefresh otak siswa yang mulai jenuh diruangan,
pembelajaran diluar kelas juga sangat menyenangkan. Sehingga ide ini dapat
diterapkan pula disekolah-sekolah. Perlu ditekankan lagi bahwa pembelajaran
diluar kelas tidak harus selalu di alam yang terbentang luas, di halaman
sekolah atau dilapangan pun dapat menjadi alternative lain.
Guru
Profesional
Saya sependapat dengan apa yang telah
dipaparkan dalam artikel yang berjudul “Guru Profesional” tersebut. Dalam artikel
dijelaskan bahwa tugas guru memang mengajar dan mentransfer ilmu. Tapi salah
jika seorang guru hanya diartikan sebagai pentransfer ilmu, karena bila tugas
guru hanyalah mentransfer ilmu, pastilah siswa hanya berperan sebgai penerima
ilmu dan berate dalam konteks ini siswa dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa.
Namun dalam artikel dijelaskan bahwa mengajar dimaknai
sebagai segala upaya yang dilakukan oleh seorang guru dengan sengaja untuk menciptakan
proses belajar pada siswa demi mencapai
tujuan yang telah dirumuskan. Jadi mengajar dalam artian ini tidaklah hanya
dimakai sebagai usaha mentransfer ilmu antara guru dengan murid, tapi yang
terpenting dalam makna ini adalah sebuah proses. Dengan demikian, bila mengajar
dimaknai sebagi sebuah proses belajar, maka murid akan dianggap aktif sehingga
penilaian guru terhadap siswa tidak hanya terpaku pada hasil tapi yang
ditekankan disini adalah prosesnya. Proses belajar ini sebenarnya sama seperti yang
telah dirumuskan dalam teori belajar kognitif, dimana peserta didik dinilai
dari proses belajarnya bukan sekedar terpacu pada hasil akhirnya. Dengan proses
belajar, murid akan dianggap lebih cakap karena ia bias mengekspose dirinya
sendiri melalui diskusi misalnya, jadi kepandaianya akan lebih berkembang dibanding
dengan penerapan dimana siswa hanya dianggap pasif sebagai penerima ilmu. Dalam
proses belajar, yang mendominasi kelas adalah siswa, bukan guru. Karena melalui
proses ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator bukan hanya satu-satunya
orang yang berperan aktif, melainkan siswa yang mendominasi kelas sehingga
pembelajaran aktif sangat ditekankan dalam makna ini. Untuk itulah perlu adanya
sosialisasi atau bimbingan khusus kepada guru yang masih menerapkan
pembelajaran pasif atau pembelajaran yang masih menggunakan metode TCL (Teacher
Center Learning), tapi terapkanlah metode SCL ( Student Cente Learning), dimana
murid menjadi pusat pembelajaran.
Oleh: Arif Luqman Nadhirin
Dalam artikel ini, penulis menjelaskan
ketidak setujuanya akan pelabelan “anak nakal”, menurtnya tidak ada anak nakal
melainkan anak yang mengalami krisis indentitas yang mengakibatkan masa
remajanya tidak dapat berproses dengan baik, tidak anak anak nakal melainkan
anak yang kurang mengkontorl dirinya dan kurang membedakan tingkah laku mana
yang dapat diterima dan ditolak oleh orang lain, dsb. Terkadang, perilaku anak
nakal sering membuat kewalahan bagi para guru, namun penilaian nakal menurut
guru berbeda-beda. Adapun dalam artikel ini juga telah disebutkan beberapa
penyebab mengapa siswa dapat berkelakuan nakal, diantara karena kesalahan
bergaul, kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, bias juga karena
ketidak harmonisan dalam rumahnya sehingga ia mencari kebahgiaan diluar
walalupun dengan cara yang tidak tepat, dan bias juga karena perasaan dendam
karena pernah di bully oleh teman bermainya atau oleh orang lain, dan masih
banyak penyebab lain mengapa seorang siswa dapat berperilaku nakal. dan benar
apa yang telah dijelaskan pada artikel ini, hendaknya kita tidak langsung
member label anak tersebut sebagai anak nakal, melainkan kita perlu mengetahui
terlebih dahulu mengapa anak tersebut berbuat yang keluar dari jalurnya itu.
Hendaknya para guru dapat lebih bijaksana bila menemui kasus anak naka, seorang
guru harus melakukan pendekatan secara personal, bertanya pada si-murid tentang
masalah yang tengah dihadapinya dan meberinya solusi dan motivasi, serta tidak
langsung memberikan hukuman fisik berupa push up, back up, atau sebagainya
karena hal tersebut tidak akan memberikan efek jera pada si anak, tapi berilah
dia dukungan secara moril bila ia tengah dilanda keguncangan dalam jiwanya
berilah dia arahan untuk selalu berbuat kebaikan dan mendekatkan diri kepada
sang-Kuasa.
Masih
Saja Masalah UN
Masalah UN sejak dulu memang selalu saja
hangat diperbincangkan. Karena menuai banyak Pro dan Kontra. Sebab tidak hanya
masalah teknisnya saja yang dianggap berantakan / cerut-marut tapi juga
lantaran UN dijadikan satu-satu indicator penentu kelulusan siswa. Inilah yang
membuat orang tua, siswa, bahkan guru merasa cemas karena prestasi siswa itu
tidak hanya dapat dinilai dari hasil UN-nya saja melainkan ada banyak
indicator-indikator lain yang dapat dinilai sebagai penentu kelulusanya. Karena
masalah UN ini benar-benar menjadi polemic di lingkungan pendidikan, maka tidak
dapat dipungkiri bahwa banyak siswa yang melakukan cara-cara yang tidak sah
demi sebuah nilai UN yang memuaskan. Lagi pula, secara substansial UN dianggap
tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang menuntut siswa untuk berfikir aktif,
kreatif, dan jujur. Lantas bila UN menjadi polemic di kalangan siswa sehingga
mengakibatkan mereka berbuat tindakan curang dan tidak jujur, tentulah hal ini
sangat bertentangan dengan tuntutan tujuan pendidikan kita. itulah salah satu
alasan mengapa UN menjadi kontra di lingkungan pendidikan. Selain karena tidak
sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan kita, secara teknis UN juga masih
berantakan. Hal ini terlihat seperti yang terjadi pada kasus UN 2013 silam,
dimana ada sebelas propinsi di Indonesia untuk jenjang SMA/MA/SMK/SMALB
mengalami penundaan UN karena pengepakan soal di percetakan mengalami kendala
teknis. Hal ini ironis memang, seharusnya ada koordinasi sejak awal sehingga
masalah ini tak perlu terjadi. Dan karena kasus ini lah, semakin merusak citra
pendidikan nasional di negri kita ini.
Saya menyarankan kepada seluruh jajaran
pendidikan yang bertanggung jawab masalah ini, sebaiknya menata kembali system pendidikan yang ada di Indonesia, sebab
system yang masih berantakan dan juga pelaksanaan pendidikan yang belum sesuai
dengan tujuan bangsa perlu adanya perbaikan. Dan untuk masalah UN ini,
sebaiknya UN tidak dijadikan satu-satunya acuan kelulusan siswa, sebab masih
banyak kita temui di kalangan siswa yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa yang seharusnya berlaku jujur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar