Kamis, 04 Juni 2015

Contoh Artikel pendidikan



Ajari Siswa Agar Tidak Minder
Menciptakan suasana pembelajaran yang inspiratif merupakan suatu hal yang patut dicontoh oleh semua tenaga pendidik. Pasalnya, tidak semua guru (pendidik) dapat menciptakan nuansa inspiratif bagi murid-muridnya. Padahal hakikat sebenarnya guru haruslah menjadi inspirator bagi siswanya. Sebab, guru pemahaman  di jawa adalah seseorang yang perkataanya selalu “digugu lan di tiru” . oleh karena itulah seorang guru harus pandai memotivasi muridnya dengan cara memadukan materi yang diajarkan dengan nilai-nilai kehidupan melalui kata-kata motivasi, atau bercerita tentang pengalaman pribadinya atau pengalaman orang lain yang kiranya dapat dijadikan acuan pembangkit simpati peserta didiknya.  Adapun mengajari siwa agar tidak minder, seperti apa yang telah disampaikan salah seorang guru di SMP PGRI itu dapat kita contoh melalui pengalaman hidupnya semasa kuliah, tentang bagaimana beliau mengisyaratkan bahwa berbagai cara dapat kita lakukan untuk bertahan hidup demi cita-cita. Beliau mengajarkan bahwa seorang laki-lakipun tidak boleh minder, sekalipun harus berjualan apa saja yang penting bias bertahan hidup saat jauh dari orang tua. Itu adalah contoh kecil dari perilaku guru yang patut kita teladani, betapa ia dapat memotivasi muridnya supaya tidak minder dengan mengambil contoh dari pengalamanya.
Memotivasi murid bias dilakukan dengan berbagai cara, selain memotivasinya melalui kata-kata kitapun dapat memberikan keteladanan yang baik melalui tindakan dari seorang guru tersebut. Sebab menurut pendapat saya, orang memotivasi melalui tindakan konkritnya, murid akan lebih terkesan atau lebih membekas disanubarinya. Seperti apa yang telah terjadi pada kerabat saya sendiri, betapa seorang gurunya dapat menjadi sumber inspirasinya  dan mejadi tauladan bagi kami semua karena sikapnya yang selalu ramah pada siapapun, dan tak segan memungut sampah saat ia menjumpainya.
Jadi, solusi untuk masalah ini adalah :
·         Setiap guru harus menjadi sumber motivasi bagi muridnya. Guru dapat mencontohkan perbuatan yang baik atau bias juga dengan kata-kata motivasi, agar kehidupan murid dapat menjadi lebih baik lagi dari segi tindakanya.
·         Mengajari siswa agar tidak minder sebenarnya tidaklah sulit, kita dapat memberikan penyemangat baginya atau dengan praktek langsung. Misalnya siswa disuruh untuk latihan jualan, atau sebagainya.


BELAJAR DI LUAR KELAS
(Asiknya Belajar di Luar Kelas )

belajar diluar kelas merupakan suatu hal yang sudah tidak asing lagi. Pasalnya sudah banyak yang menerapkan pembelajaran demikian, Sekolah yang menerapkan pembelajaran ini di sebut dengan sekolah alam, dimana siswa tidak terbatas pada petak-petak ruangan yang membuanya bosan dengan pemandangan yang itu-itu saja, tapi mereka diberikan nuansa baru di lingkungan alam yang terbentang luas. Selain bias melihat pemandangan hijau, pemandangan diluar kelas juga sangat indah, sehingga belajar tekesan lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Walaupun sekolah alam paling banyak dijumpai di sekolah-sekolah pra-formal, seperti di TK atau taman bermain seperti di PAUD, tapi tidak ada salahnya bila sekolah formal menciptakan pembelajaran yang demikian sesekali waktu untuk memberikan pembelajaran yang baru dan memberikan penyegaran pada siswanya melalui alam. Tapi sebenarnya, pembelajaran diluar kelas tidak harus selalu di alam yang terbentang luas, untuk memberikan nuansa yang lebih menyenangkan bagi siswa. Karena Menurut saya, bila murid sudah kiranya sulit dikendalikan dan dianggap mulai bosan dengan materi yang disajikan guru, guru bias mengambil alternative lain dengan membawanya siswanya keluar kelas, dan tidak harus pembelajaran diluar kelas itu harus di alam yang babas, dihalaman sekolah pun dapat dijadikan laternatif lain, yang penting penyegaran baru dilakukan untuk menciptakan mood yang baik bagi siswanya.
Manfaat yang diperoleh dari pembelajaran diluar kelas ini, selain dapat merefresh otak siswa yang mulai jenuh diruangan, pembelajaran diluar kelas juga sangat menyenangkan. Sehingga ide ini dapat diterapkan pula disekolah-sekolah. Perlu ditekankan lagi bahwa pembelajaran diluar kelas tidak harus selalu di alam yang terbentang luas, di halaman sekolah atau dilapangan pun dapat menjadi alternative lain.


Guru Profesional

Saya sependapat dengan apa yang telah dipaparkan dalam artikel yang berjudul “Guru Profesional” tersebut. Dalam artikel dijelaskan bahwa tugas guru memang mengajar dan mentransfer ilmu. Tapi salah jika seorang guru hanya diartikan sebagai pentransfer ilmu, karena bila tugas guru hanyalah mentransfer ilmu, pastilah siswa hanya berperan sebgai penerima ilmu dan berate dalam konteks ini siswa dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Namun dalam artikel dijelaskan bahwa mengajar dimaknai sebagai segala upaya yang dilakukan oleh seorang guru dengan sengaja untuk menciptakan proses belajar  pada siswa demi mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Jadi mengajar dalam artian ini tidaklah hanya dimakai sebagai usaha mentransfer ilmu antara guru dengan murid, tapi yang terpenting dalam makna ini adalah sebuah proses. Dengan demikian, bila mengajar dimaknai sebagi sebuah proses belajar, maka murid akan dianggap aktif sehingga penilaian guru terhadap siswa tidak hanya terpaku pada hasil tapi yang ditekankan disini adalah prosesnya. Proses belajar ini sebenarnya sama seperti yang telah dirumuskan dalam teori belajar kognitif, dimana peserta didik dinilai dari proses belajarnya bukan sekedar  terpacu pada hasil akhirnya. Dengan proses belajar, murid akan dianggap lebih cakap karena ia bias mengekspose dirinya sendiri melalui diskusi misalnya, jadi kepandaianya akan lebih berkembang dibanding dengan penerapan dimana siswa hanya dianggap pasif sebagai penerima ilmu. Dalam proses belajar, yang mendominasi kelas adalah siswa, bukan guru. Karena melalui proses ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator bukan hanya satu-satunya orang yang berperan aktif, melainkan siswa yang mendominasi kelas sehingga pembelajaran aktif sangat ditekankan dalam makna ini. Untuk itulah perlu adanya sosialisasi atau bimbingan khusus kepada guru yang masih menerapkan pembelajaran pasif atau pembelajaran yang masih menggunakan metode TCL (Teacher Center Learning), tapi terapkanlah metode SCL ( Student Cente Learning), dimana murid menjadi pusat pembelajaran.


Oleh: Arif Luqman Nadhirin


Dalam artikel ini, penulis menjelaskan ketidak setujuanya akan pelabelan “anak nakal”, menurtnya tidak ada anak nakal melainkan anak yang mengalami krisis indentitas yang mengakibatkan masa remajanya tidak dapat berproses dengan baik, tidak anak anak nakal melainkan anak yang kurang mengkontorl dirinya dan kurang membedakan tingkah laku mana yang dapat diterima dan ditolak oleh orang lain, dsb. Terkadang, perilaku anak nakal sering membuat kewalahan bagi para guru, namun penilaian nakal menurut guru berbeda-beda. Adapun dalam artikel ini juga telah disebutkan beberapa penyebab mengapa siswa dapat berkelakuan nakal, diantara karena kesalahan bergaul, kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, bias juga karena ketidak harmonisan dalam rumahnya sehingga ia mencari kebahgiaan diluar walalupun dengan cara yang tidak tepat, dan bias juga karena perasaan dendam karena pernah di bully oleh teman bermainya atau oleh orang lain, dan masih banyak penyebab lain mengapa seorang siswa dapat berperilaku nakal. dan benar apa yang telah dijelaskan pada artikel ini, hendaknya kita tidak langsung member label anak tersebut sebagai anak nakal, melainkan kita perlu mengetahui terlebih dahulu mengapa anak tersebut berbuat yang keluar dari jalurnya itu. Hendaknya para guru dapat lebih bijaksana bila menemui kasus anak naka, seorang guru harus melakukan pendekatan secara personal, bertanya pada si-murid tentang masalah yang tengah dihadapinya dan meberinya solusi dan motivasi, serta tidak langsung memberikan hukuman fisik berupa push up, back up, atau sebagainya karena hal tersebut tidak akan memberikan efek jera pada si anak, tapi berilah dia dukungan secara moril bila ia tengah dilanda keguncangan dalam jiwanya berilah dia arahan untuk selalu berbuat kebaikan dan mendekatkan diri kepada sang-Kuasa.


Masih Saja Masalah UN
Masalah UN sejak dulu memang selalu saja hangat diperbincangkan. Karena menuai banyak Pro dan Kontra. Sebab tidak hanya masalah teknisnya saja yang dianggap berantakan / cerut-marut tapi juga lantaran UN dijadikan satu-satu indicator penentu kelulusan siswa. Inilah yang membuat orang tua, siswa, bahkan guru merasa cemas karena prestasi siswa itu tidak hanya dapat dinilai dari hasil UN-nya saja melainkan ada banyak indicator-indikator lain yang dapat dinilai sebagai penentu kelulusanya. Karena masalah UN ini benar-benar menjadi polemic di lingkungan pendidikan, maka tidak dapat dipungkiri bahwa banyak siswa yang melakukan cara-cara yang tidak sah demi sebuah nilai UN yang memuaskan. Lagi pula, secara substansial UN dianggap tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang menuntut siswa untuk berfikir aktif, kreatif, dan jujur. Lantas bila UN menjadi polemic di kalangan siswa sehingga mengakibatkan mereka berbuat tindakan curang dan tidak jujur, tentulah hal ini sangat bertentangan dengan tuntutan tujuan pendidikan kita. itulah salah satu alasan mengapa UN menjadi kontra di lingkungan pendidikan. Selain karena tidak sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan kita, secara teknis UN juga masih berantakan. Hal ini terlihat seperti yang terjadi pada kasus UN 2013 silam, dimana ada sebelas propinsi di Indonesia untuk jenjang SMA/MA/SMK/SMALB mengalami penundaan UN karena pengepakan soal di percetakan mengalami kendala teknis. Hal ini ironis memang, seharusnya ada koordinasi sejak awal sehingga masalah ini tak perlu terjadi. Dan karena kasus ini lah, semakin merusak citra pendidikan nasional di negri kita ini.
Saya menyarankan kepada seluruh jajaran pendidikan yang bertanggung jawab masalah ini, sebaiknya menata kembali  system pendidikan yang ada di Indonesia, sebab system yang masih berantakan dan juga pelaksanaan pendidikan yang belum sesuai dengan tujuan bangsa perlu adanya perbaikan. Dan untuk masalah UN ini, sebaiknya UN tidak dijadikan satu-satunya acuan kelulusan siswa, sebab masih banyak kita temui di kalangan siswa yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa yang seharusnya berlaku jujur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar