PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempelajari
sejarah islam memang tak pernah lepas dari sejarah peradaban yang terjadi di
Jazirah Arab, terutama di kota Mekkah. Karena disinilah tempat pertama kalinya
islam datang melalui risalah Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya, sebelum islam
datang, sudah banyak kepercayaan yang dianut masyarakat Arab pada saat itu,
terbukti dengan banyaknya istilah-istilah kepercayaan yang dianut masyarakat
setempat. Namun sayangnya pada jaman sebelum datangnya islam bangsa Arab berada
dalam masa pembodohan (Jahilliyah) yang mana mereka masih jauh dari kebenaran. Selain
dilihat dari segi keprcayaan yang dianutnya, kondisi social ekonomi dan intelektual
bangsa Arab pada saat itupun berbeda dengan kondisi saat ini ataupun dimana
saat islam baru datang. Untuk itulah dalam makalah ini akan kami uraikan
berbagai hal yang menyangkut kondisi bangsa Arab pada saat sebelum islam datang pada pembahasan selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
latar belakang / asal-usul bangsa Arab ?
2. Bagaimanakah
kondisi geografis di Jazirah Arab ?
3. Bagaimana
pula kondisi intelektual, kepercayaan, social, dan ekonomi bangsa Arab pada saat
sebelum islam datang ?
PEMBAHASAN
Latar Belakang dan Asal
Usul Bangsa Arab
Menurut rumpun bangsa,
bangsa Arab merupakan bangsa Semit (Samiyah) keturunan Syam bin Nuh yang dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu Arab
Baidah dan Arab Baqiyah. Arab Ba’idah, yaitu kaum Arab kuno yang
sudah punah jauh sebelum islam lahir. Sedangkan Arab Baqiyah yaitu kaum terbagi atas Arab Aribah dan Arab
Musta’ribah (Musta’arribah)[1].
a. Arab Aribah
atau disebut juga dengan Arab Qahthaniyah berasal dari Yaman yang kemudian
berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku, diantaranya yang terkenal adalah
kabilah Himyar (terdiri dari suku Zaid Al-Jumhur, Qadha’ah, dan Sakasik) dan
kabilah Kahlan yang terdiri dari suku Uzd, Aus, Khazraj, anak keturunan Jafnah
raja Syam, dll.
b. Arab Musta’ribah. Cikal
bakal Arab Musta’ribah adalah Nabi Ibrahim AS. Mereka juga disebut al-Arab
al-Adnaniyah karena salah satu keturunan Nabi Ismail yang bernama Adnan dan
keturunan Adnan inilah yang kemudian melahirkan suku Quraisy.
Menurut asal usul keturunan, bangsa
Arab dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail bin Ibrahim). Qahthan adalah keluarga yang datang dari
sebelah timur sungai Euphrat lalu bernegri di Hadramaut dan Yaman, bagian
selatan semenanjung Arab. Sedangkan Adnan mendiami Mekkah dan di daerah
sekitarnya (Hijaz). Mereka keturunan Ismail bin Ibrahim yang datang ke Mekkah
dan mendirikan Ka’bah. Dari golongan Adnan inilah lahir beberapa Kabilah,
antara lain Kinanah yang melahirkan kaum Quraisy.
Dari segi pemukimanya
bangsa Arab dibagi menjadi ahl al-badwi dan
ahl al-hadlar . Kaum badwi adalah
penduduk padang pasir yang tinggal di daerah sahara/padang pasir/gurun yang
mana karakteristik penduduknya masih nomaden yang dipimpin oleh kepala suku.
Dari kehidupan yang nomaden inilah menyebabkan tidak memberi peluang bagi
mereka untuk membangun peradaban. Sedangkan daerah pesisir atau ahl al-hadlar
merupakan daerah yang mengelilingi Jazirah dan karakteristik penduduknya sudah
hidup menetap di kota-kota atau daerah pemukiman yang subur. Dari kehidupan
yang sudah menetap inilah memberi peluang bagi mereka untuk membangun peradaban
dan sudah banyak kebudayaan dan peradaban yang sudah dicapai, diantaranya yaitu
banyaknya kerajaan yang sudah berdiri misalnya di Saba’, Ma’in , dsb.
Kondisi Geografis
Jazirah Arab
Jazirah Arab memiliki luas satu juta
mil persegi atau tepatnya 1.745.900 km. Tanah Arab dinamai Pulau Gundul karena
merupakan suatu tanah semenanjung yang kurang subur dan terdapat banyak gunung
batu. Sedangkan Jazirah Arab termasuk salah satu daerah yang paling kering dan
panas di muka bumi ini[2].
Jazirah Arab berbentuk empat persegi
panjang, yang sisi-sisinya tidak sejajar. Di sebelah barat berbatasan dengan laut
Merah dan gurun Sinai, sebelah timur berbatasan dengan Teluk Arab (Persia),
sebelah selatan berbatasan dengan laut India, dan sebelah utara dengan gurun
(padang pasir) Irak dan Syiria.
Jazirah Arab dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu bagian tengah dan pesisir/ tepi. Namun kebanyakan dari
mereka mendiami wilayah pinggir jazirah dan sedikit yang tinggal di pedalaman.
Adapun bagian tengah dari Jazirah Arab itu sendiri dibagi menjadi dua bagian
yaitu Nejed (utara) dan Al-Ahkaf (selatan) atau disebut juga Rub al-Khali. di bagian tengah merupakan padang pasir
(gurun sahara) yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a. Al-Nufud disebut
juga al-badiyah. Terletak mamanjang
140 mil dari utara ke selatan. Di sahara ini sangat jarang terdapat oase dan
mata air.
b. Al-Dahna. Sebutan
ali untuk al-dahna adalah al-Ahqaf (gurun pasir) atau al-Rab’al-Khal (tanah
kosong). Daerah ini merupakan daerah tandus, keras dan pasir yang bergelombang.
c. Al-Harrah.
Daerah ini terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam yang menyebar mencapai 29
buah di seluruh sahara ini.
Kondisi Intelektual
Bangsa Arab Pra Islam
Masyarakat Arab,
sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, dikenal dengan sebutan
jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah (yang berasal dari bahasa Arab
dari kata jahala yang berarti bodoh), maka secara harfiyah bisa
disimpulkan bahwa masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh. Jahiliyyah
biasanya dikaitkan dengan masa sebelum Rasulullah S.A.W lahir. Sesungguhnya
kata Jahiliyyah sendiri adalah mashdar shina’iy yang berarti penyandaran
sesuatu kepada kebodohan[3].
Kebodohan menurut Manna’
Khalil al-Qathtan ada tiga 3 makna, yaitu:
·
Tidak adanya ilmu pengetahuan (makna asal).
·
Meyakini sesuatu secara salah.
·
Mengerjakan sesuatu dengan menyalahi aturan atau tidak
mengerjakan yang seharusnya dia kerjakan.
Yang
dimaksud masyarakat jahiliyah sebelum datangnya Islam adalah keseluruhan
masyarakat (tidak hanya Arab), yang menjauhi nilai-nilai fitrah, yang sudah
dibawa oleh para Rasul pembawa risalah tauhid. Sebutan jahiliyah ini perlu
mendapat penjelasan lebih lanjut, sebab dari situlah akan terbangun pola
kontruksi terhadap masyarakat Arab masa itu, yang di dalamnya adalah juga nenek
moyang Nabi Muhammad SAW dan sekaligus cikal bakal masyarakat Islam.
Jika
masyarakat jahiliyah kita artikan sebagai masyarakat bodoh dalam pengertian
primitif yang tak mengenal pengetahuan atau budaya; tentu sulit
dipertanggungjawabkan, karena berdasarkan data sejarah, masyarakat arab waktu
itu juga telah memiliki nilai-nilai peradaban sesederhana pun peradaban itu.
Seorang
pujangga Arab Syiria, Jarji Zaidan, membagi masa jahiliyah kepada dua
masa yakni:
1. Arab
Jahiliyyah pertama (Al Arabul Jahilliyatul Ula) yaitu zaman sebelum
sejarah sampai abad lima masehi.
2. Arab
Jahiliyah kedua (Al Arabul Jahiliyatus Tsaniyah) yaitu dari abad kelima
masehi sampai lahir Islam.
Kalau
kita perhatikan kembali, orang-orang Arab dalam kedua zaman tersebut tidak
semuanya bodoh. Seorang ahli sejarah Islam terkenal Ahmad Amin mendefinisikan
kata-kata “Arab Jahiliyah” yaitu orang-orang Arab sebelum Islam yang
membangkang kepada kebenaran, mereka terus melawan kebenaran, sekalipun mereka
telah mengetahui bahwa itu benar.
Para
wanita dan laki-laki bebas bergaul, malah untuk berhubungan lebih dalam pun
tidak ada batasan. Dan yang lebih mengerikan lagi adalah, seorang wanita bisa
bercampur dengan lima atau bahkan lebih laki-laki sekaligus. Pada masa itu
perzinaan dianggap suatu hal yang biasa, tidak dianggap aib yang mengotori
keturunan.
Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki
ayng diluar wajar, seperti:
1. Pernikahan
secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki lain yang
menjadi wali wanita itu, lalu dia dapat menikahi wanita itu seketika itu pula
setelah menyerahkan mas kawin.
2. Para laki-laki bisa
mendatangi wanita wanita sesuka hatinya.
3. Pernikahan
istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada laki-laki lain.
4. Laki-laki
dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan pertempuran. Untuk pihak
yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan menghalalkannya
menurut kemauannya.
Agama dan Kepercayaan
Sebelum Islam lahir ada di antara
bangsa Arab yang berfikir untuk melepaskan diri dari berhala dan kurafat.
Mereka menganut agama Tauhid yaitu agama Nabi Ibrahim keyakinan itu
dicampuradukan dengan tahayul dan kemusyrikan seperti menyekutukan Tuhan dengan
bulan, matahari, behala dan lainnya[4].
Agama ini menyarikatkan Allah dengan menyembah Anshab, Autsan dan Ashnam.
Anshab merupakan batu yang belum memiliki bentuk, Autsan berupa patung yang terbuat
dari batu dan Ashnam patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan
semua patung yang tidak terbuat dari batu. Penduduk bangsa arab menganut agama dan kepercayaan
yang sangat beragam dan tidak teratur. Asal mula penyembahan berhala adalah karena
mereka mensucikan dan menyembah batu-batu
yang ada di sekitar ka’bah
kemudian mereka membawa kemana-mana. Di samping itu ada beberapa berhala yang
berasal dari luar kota Makkah antara
lain Manah (Manata) dari Yastrib, al-Latta dari Thaif dan al-Uzza dari Hijaz
yang merupakan berhala tertua. Hubal merupakan berhala yang terbesar yang
diletakkan di dalam ka’bah, berhala ini terbuat dari batu akik yang berbentuk
manusia[5].
Hubal merupakan berhala yang
terbesar julukan berhala diberikan berkaitan dengan tujuan penyembahan.
Manata/Manah berarti yang maha kuasa, manata disembah oleh kabilah Huzail dan
Khuza’ah. Latta merupakan perlambang dari matahari dan Uzza perlambang bunga.
Waddan perlambang kasih saying, Suwan lambing kekerasan, Yagulsan lambing kesulitan
dan Nasran lambing kekuatan dan kecepatan. Setiap kabilah memiliki
berhalankesayangan yang disimpan dalam rumah dan disembah pada waktu tertentu.
Kabilah Himyar dan keturunan Balqis menyembah matahari. Kabilah Thaiy menyembah
binatang Tsurayah. Kabilah Tamin menyembah bintang syura dan al-Abur. Kabilah
Rabiah menyembah bulan dan lain sebagainya.
Selain menyembah berhala, agama dan
kepercayaan lain juga dipegang oleh bangsa Arab. Ada beberapa kabilah yang
menganut agama Yahudi dan Masehi. Penduduk yaman, najran dan syam memeluk agama
Masehi. Agama nasrani mlalui Bezantium dipeluk penduduk Hirah dan Ghassan.
Sedangkan agama Yahudi dipeluk oleh penduduk Yahudi imigram di Yaman dan
Yastrib yang besar jumlahnya. Pusat-pusat agama Yahudi terdapat di Taima, Wadi
al-Qura, Fadk, Khaibar dan yang terpenting adalah Yastrib. Ada pula pemeluk
agama Majusi (Mazdaisme), agama orang arab yang lebih berdekatan dengan Persia,
serta wilayah pesisir teluk arab dan Yaman. Sedangkan agama Shabi’ah berkemang
di Iraq dan yang lainnya dianggap sebagai agama kaum Ibrahim Chaldeans. Banyak
penganut agama Yahudi yang mendirikan koloni di sekitar jazirah Arab,
diantaranya adalah Yastrib. Walaupun agama Yahudi dan Nasrani sudah masuk ke
jazirah arab, tetapi bangsa arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka
yaitu percaya kepada dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala. Orang-orang
arab juga mengundi dengan menggunakan al-azlam atau anak panah yang tidak ada
bulunya. Berkaitan dengan kehendak mereka dalam mengambil keputusan seperti
menikah, bepergian, dll. Mereka juga melakukan hal perjudian dan undian, mereka
juga percaya kepada perkataan peramal, orang pintar dan ahli nujum. Semua itu
adalah syirik dan keyakinan terhadap tahayul dan kurafat.
Dalam bidang akidah mereka sudah
jatuh kedalam mempersekutukan Tuhan atau musyrik, dengan cara mempercayai
benda-benda atau segala sesuatu selain Tuhan. Kepercayaan kepada segala sesuatu
selain Allah ini merupakan kekeliruan besar, karena telah menjatuhkan martabat
manusia sebagai makhluk yang dianggap mulia, menjadi makhluk yang berada
dibawah derajat makhluk lainnya.
Dalam bidang ibadah mereka telah
memuja atau menyembah berhala yang mereka bikin sendiri. Mereka telah tersesat
dalam menggunakan akal sehatnya, mereka telah menyembah dan memuja segala
sesuatu yang sesungguhnya yang tidak mampu mendatangkan manfaat atau menolak
mudarat. Atas dasar ketidakcerdasan atau kekeliruan maka mereka disebut kaum
jahiliyah. Dalam bidang akhlak mereka telah menerapkan pola hidup bebas tanpa
batas dalam memperturutkan hawa nafsu syahwat dan nafsu materi. Berzina,
berjudi, mabuk-mabukan, berkelahi, membungakan uang (riba) merampok,bahkan
membunuh anak perempuan hidup-hidup merupakan bagian dari akhlak mereka.
Kondisi Sosial Bangsa Arab Pra Islam
Bila dilihat dari asal usul
keturunan, penduduk jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail ibn Ibrahim).
Pada mulanya wilayah utara diduduki golongan ‘Adnaniyun, dan wilayah selatan
didiami golongan Qahthaniyun. Akan tetapi, lama kelamaan kedua golongan itu
membaur karena perpindahan-perpindahan dari Utara ke Selatan atau sebaliknya[6].
Masyarakat baik nomadik maupun yang
menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui. Organisasi dan identitas sosial
berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok
beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk
suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syaikh. Mereka sangat menekankan
hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber
kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Mereka suka berperang, karena itu
peperangan antar suku sering sekali terjadi. Dalam masyarakat yang suka
berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah.
Pada sisi yang lain, meskipun
masyarakat Badui mempunyai pemimpin, namun mereka hanya tunduk kepada syaikh
atau amir (ketua kabilah) itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan,
pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Diluar itu, syaikh atau amir
tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
Akibat peperangan yang terus
menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Pengetahuan mengenai sejarah Arab
pra Islam diperoleh melalui syair-syair yang beredar dikalangan para perawi
syair. Masyarakat Badui sangat bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar
dalam menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta
kebebasan. Dan hampir seluruh penduduk Badui adalah penyair.[7]
Dalam perkawinan, mereka mengenal berbagai macam,
diantarnya adalah:
1) Istibdla
yaitu seorang suami meminta kepada
istrinya supaya berjimak dengan laki-laki yang dipandang mulia atau memiliki
kelebihan tertentu seperti keberanian dan kecerdasan. Selama istri “bergaul”
dengan laki-laki tersebut, suami menahan diri dengan tidak berjimak dengan
istrinya sebelum terbukti bahwa istrinya hamil. Tujuan perkawinan semacam ini
adalah agar istri melahirkan anak yang memiliki sifat yang dimiliki oleh
laki-laki yang menyetubuhinya yang tidak dimiliki oleh suaminya. Seperti
seorang suami merelakan istrinya berjimak dengan raja sampai terbukti hamil
agar memperoleh anak yang berasal dari orang terhormat.
2) Poliandri
yaitu beberapa lelaki berjimak dengan
seorang perempuan. Setelah perempuan itu hamil dan melahirkan anak, perempuan
tersebut memanggil semua lelaki yang pernah menyetubuhinya untuk berkumpul di
rumahnya. Setelah semuanya hadir, perempuan tersebut memberitahukan bahwa ia
telah dikaruniai anak hasil hubungan dengan mereka, kemudian perempuan tersebut
menunjuk salah seorang dari semua laki-laki dan yang ditunjuk tidak boleh
menolak.
3) Maqthu
yaitu seorang laki-laki menikahi ibu
tirinya setelah bapaknya meninggal dunia. Jika seorang anak ingin mengawini ibu
tirinya, dia melemparkan kain kepada ibu tirinya sebagai tanda bahwa ia
menginginkannya, sementara ibu tirinya tidak memiliki kewenangan untuk menolak.
Jika anak laki-laki tersebut masih kecil, ibu tiri diharuskan menunggu sampai
anak itu dewasa. Setelah dewasa, anak tersebut berhak memilih untuk menjadikannya
isteri atau melepaskannya.
4) Badal
yaitu tukar menukar isteri tanpa bercerai
terlebih dahulu dengan tujuan untuk memuaskan hubungan sex dan menghindari dari
kebosanan.
5) Shighar
yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara perempuannya
kepada seorang laki-laki tanpa mahar.
Di samping tipe perkawinan di atas, bahwa ada
beberapa perkawinan lain yang terjadi pada bangsa Arab sebelum datangnya Islam
yaitu:
1) Bentuk
perkawinan yang diberi sanksi oleh Islam, yakni seseorang meminta kepada orang
lain untuk menikahi saudara perempuan atau budak dengan bayaran tertentu (mirip
kawin kontark).
2) Prostitusi
sudah dikenal. Biasanya dilakukan kepada para pendatang/tamu di tenda-tenda
dengan cara mengibarkan bendera sebagai tanda memanggil. Jika wanitanya hamil,
maka ia akan memilih di antara laki-laki yang mengencaninaya itu sebagai bapak
dari anaknya yang dikandung.
Mengenai tatanan masayrakat Arab pra Islam yang cenderung
merendahkan harkat dan martabat wanita, dengan suatu bentuk kejahatan-kejahatan
sosial yakni memperlakukan wanita secara sewenang-wenang, poligami yang tak
terbatas, tidak adanya hak pemilikan, dan kelaziman membunuh bayi perempuan.[8]
Kondisi Politik
Arab Pra Islam
Penduduk yang berbudaya dan mendiami
pesisir jazirah Arab mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan
situasi dan kondisi yang mengitarinya. Mereka mampu membuat alat-alat dari
besi, bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan. Kota-kota mereka merupakan kota
perniagaan dan memang jazirah Arab ketika itu merupakan daerah yang terletak pada
jalur perdagangan yang menghubungkan antara Syam dan Samudera India.Golongan
Qahthaniyun, pernah mendirikan kerajaan Saba’ dan kerajaan Himyar di Yaman,
bagian selatan jazirah Arab. Kerajaan Saba’ inilah yang membangun bendungan
Ma’arib, sebuah bendungan raksasa yang menjadi sumber air untuk seluruh wilayah
kerajaan. Pada masa kejayaan nya, kemajuan kerajaan Saba’ di bidang kebudayaan
dan peradaban, dapat dibandingkan dengan kota-kota dunia lain saat itu.
Bekas-bekas kerajaan ini sekarang masih terbenam dalam timbunan tanah. Pada
masa pemerintahan Saba’, bangsa Arab menjadi penghubung perdagangan Eropa dan
dunia Timur jauh. Setelah kerajaan mengalami kemunduran, muncul kerajaan Himyar
menggantikannya. Kerajaan ini terkenal dengan kekuatan armada niaga yang
menjelajah mengarungi India, Cina, Somalia, dan Sumatera ke pelabuhan-pelabuhan
Yaman.
Terutama setelah bendungan Ma’arib
runtuh, masa gemilang kerajaan Himyar sedikit demi sedikit memudar. Banyak
bangunan roboh dibawa air dan sebagian besar penduduk mengungsi ke bagian Utara
jazirah. Karena daerah ini berada pada jalur perdagangan yang strategis dan
tanahnya subur, daerah ini tetap menjadi incaran kerajaan besar Romawi dan
Persia yang selalu bersaing menguasainya.
Bagian lain dari daerah Arab yang sama
sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain, baik karena sulit dijangkau
maupun karena tandus dan miskin adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini
adalah Makkah, kota suci tempat Ka’bah berdiri.
Untuk mengamankan para peziarah yang
datang ke kota itu, di dirikanlah suatu pemerintahan yang pada mulanya berada
di tangan dua suku yang berkuasa, yaitu Jurhum sebagai pemegang kekuasaan
politik dan Ismail (keturunan Nabi Ibrahim), sebagai pemegang kekuasaan atas
Ka’bah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke
suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku terakhir inilah yang kemudian
mengatur urusan-urusan politik dan urusan-urusan yang berhubungan dengan
Ka’bah.
Ada sepuluh jabatan tinggi yang
dibagi-bagikan kepada kabilah-kabilah asal suku Quraisy, yaitu hijabah (penjaga
kunci-kunci Ka’bah), siqayah (pengawas mata air zamzam untuk para peziarah),
diyat (kekuasaan hakim sipil dan kriminal), sifarah (kuasa usaha Negara atau
duta), liwa’ (jabatan ketentaraan), rifadah (pengurus pajak untuk orang
miskin), nadwah (jabatan ketua dewan), khaimmah (pengurus balai musyawarah),
khazinah (jabatan administrasi keuangan), dan azlam (penjaga panah peramal
untuk mengetahui pendapat dewa-dewa).[9]
Kondisi Ekonomi Arab
Pra Islam
Karena tanah yang kurang subur di daerah semenanjung
arab, maka orang arab berpindah tempat dalam mencari rizki. Orang-orang arab
suka memelihara unta untuk dikendarai dan menembalakan ternak berupa domba,
kambing, kuda dan lain-lain untuk penghidupa mereka. Unta dan kuda memegang
peranan penting dalam kehidupan di padang pasir. Nilai unta dapat digunakan
untuk jumlah mas kawin, besarnya denda atas pembunuhan. Air susu unta diminum
sebagai pengganti air karena air hanya diberikan kepada ternak. Kulit unta
digunakan menjadi pakaian dan perkemahan sedangkan kotorannya dijadikan bahan
bakar. Kuda memiliki keuntungan dalam penyerangan memperebutkan padang rumput
dan aspek lain kehidupan. Akan tetapi penghasilan mereka dari memelihara dan
berternak binatang pemeliharaan tidaklah mencukupi, sehingga hal tersebut
sering menimbulkan keributan antara satu kaum atau dengan kelompok lain.
Sebagian mereka ada yang berdagang. Dalam hal
ekonomi perdagangan, bangsa arab mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Perdagangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Orang Quraisy adalah bangsa
saudagar yang sangat menyukai perdagangan. Mereka behubungan dengan
negara-negara maju, Makkah menjadi jalur perdagangan lokal dan jalur perdagangan
dunia yang sangat penting, yang menghubungkan antara utara (syam) dan selatan
(yaman), antara timur (Persia) dan barat (abesinia dan mesir).
Orang
arab mengenal perindustrian dan kerajinan yaitu kebanyakan hasil kerajinan
seperti jahit menjahit, menyamak kulit dan lainnya berasal dari rakyat
yaman. Sedangkan pertanian di arab hanya
daerah-daerah tertentu yang subur dan terdapatnya wadi/oase yang bisa
menghasilkan, hijaz banyak ditumbuhi kurma, kurma merupakan makanan utama
masyarakat badui arab. Gandum tumbuh di yaman, anggur dan zaitun dibudidayakan
di susriah yang kemudian dibawa ke Taif.[10]
Bangsa Arab jahiliyah, tinggal di kota dan di
pendesaan. Penduduk yang tinggal di kota disebut suku Hadary, artinya penduduk
yang menetap di kota. Mata pencaharian mereka berdagang. Sedangkan penduduk
pendesaan disebut suku Badui yang suka berpindah-pindah tempat. Golongan
penduduk inilah yang terbesar jumlahnya dibandingkan dengan penduduk lainnya.
Mata pencaharian mereka adalah bertani dan berternak. Secara garis besar,
mata pencaharian atau pekerjaan masyarakat
Arab jahiliyah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu perdagangan,
pertanian, dan perternakan.[11]
a.
Perdagangan Suku Arab
yang tinggal di kota seperti makkah dan madinah, mayoritas
bekerja sebagai pedagang. Perdagangan di kota makkah dan madinah pada
zaman jahiliyah sudah sangat maju. Mereka berdagang bahkan sampia ke luar
negeri. Mereka melakukan perjalanan dagang dengan jalan kaki,naik unta atau
naik kuda. Negara tujuan mereka adalah
Syam (Syiria), Yaman, Persia, Habsy, dan
Mesir. Barang dagangan yang
mereka bawa antara lain kemenyan,kain sutra,barang logam,kulit,dan minyak wangi
dan setelah kembali berdagang disana mereka membawa gandum, minyak
zaitun,beras,jagung,dan pakain untuk dijual lagi di kota makkah dan madinah.
Pusat perdagangan yang terkenal di
makkah adalah pasar Ukaz yang terletek di dekat ka’bah,
pasar Dzil Majad, dan pasar Majnah.
b.
Pertanian Tanah
sebagian di Arab berupa padang pasir yang sangat luas, panas dan gersang tetapi
juga terdapat lahan yang subur yang terletak di lembah-lembah yang terdap mata
air (oase) dan sering turun hujan. Tanah
pertanian yang utama terdapat di daerah Thaif. Hasil pertanian mereka antara
lain sayur dan buah-buahan. Hasil
pertanian itu kemudian dijual ke
kota-kota seperti makah dan madinah.
c.
Perternakan. Masyarakat
yang bermata pencaharian sebagai peternak adalah suku Arab pendalaman yang
disebut Badui. Jenis binatang yang
dipelihara adalah domba dan unta.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas pada
bab sebelumnya, maka kami simbulkan bahwa dari aspek geografis, Jazirah Arab
memiliki luas 1.745.900 km2 yang mana di daerah ini merupakan daerah yang
kurang subur , banyak gunung berbatu dan merupakan tempat terpanas dimuka bumi
ini. Jazirah Arab terdiri dari dua bagian, yaitu bagian tengah dan pesisir.
Dilihat dari aspek asal usulnya,
terdapat 3 kategori. Yaitu menurut rumpun
bangsa¸ terbagi menjadi kaum Arab baidah dan Arab Baqiyah. Menurut Asal usul keturunannya, ada keturunan
Qathan (Qathaniyun), dan Adnaniyun keturunan dari Ismail bin Ibrahim. Dan
terakhir, dilihat dari segi pemukimanya, bangsa
Arab ada yang tinggal di ahl al-badwi (padang pasir) dan ada yang tinggal di
alh al-hadlar (pesisir).
Dari segi intelektual dan kepercayaan, bangsa Arab
mengalami masa atau jaman pembodohan yang mana masih jauh dari kebenaran.
Adapun kepercayaan yang ada pada saat itu terdapat agama Tauhid yaitu agama
yang dibawa oleh nabi Ibrahim AS, watsaniyah/hanif yaitu kepercayaan untuk
menyembah berhala, selain itu juga ada agama Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Undi
Nasib.
Dari segi sosialnya, pada zaman
sebelum kedatangan islam, bangsa Arab sudah memiliki ikatan social antara
masyarakatnya, terbukti dengan adanya kabilah-kabilah dan suku pada saat itu.
Dan yang terakhir, dari segi Ekonomi, masyarakata Arab pada saat itu banyak
melakukan aktivitas seperti berdagang, berternak, pertanian dan industry.
Demikianlah uraian yang dapat kami simpulkan semoga
dapat menjadi bahan acuan bagi saudara semua dan dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Khoiriyah. 2012. Reorientasi
Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam. Cetakan
I. Yogyakarta : Teras.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Perasada.
[1] Khoiriyah, Reorientasi
Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta
: Teras, 2012), hlm.8-10.
[2] Khoiriyah, Reorientasi
Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta
: Teras, 2012), hlm.5-6.
[4] Khoiriyah, Reorientasi
Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta
: Teras, 2012), hlm.13-14.
[5] Khoiriyah, Reorientasi
Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta
: Teras, 2012), hlm.14.
[7] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 10-11.
[9] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 12-14.
[10] Khoiriyah, Reorientasi Wawan Sejarah Islam Dari Arab
Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta, teras : 2012) hal,
18-19.
Thx Nanda salam dari UIN Bandung
BalasHapus