Kamis, 11 Juni 2015

Arab sebelum islam



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mempelajari sejarah islam memang tak pernah lepas dari sejarah peradaban yang terjadi di Jazirah Arab, terutama di kota Mekkah. Karena disinilah tempat pertama kalinya islam datang melalui risalah Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya, sebelum islam datang, sudah banyak kepercayaan yang dianut masyarakat Arab pada saat itu, terbukti dengan banyaknya istilah-istilah kepercayaan yang dianut masyarakat setempat. Namun sayangnya pada jaman sebelum datangnya islam bangsa Arab berada dalam masa pembodohan (Jahilliyah) yang mana mereka masih jauh dari kebenaran. Selain dilihat dari segi keprcayaan yang dianutnya, kondisi social ekonomi dan intelektual bangsa Arab pada saat itupun berbeda dengan kondisi saat ini ataupun dimana saat islam baru datang. Untuk itulah dalam makalah ini akan kami uraikan berbagai hal yang menyangkut kondisi bangsa Arab pada saat sebelum  islam datang pada pembahasan selanjutnya.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang / asal-usul bangsa Arab ?
2.      Bagaimanakah kondisi geografis di Jazirah Arab ?
3.      Bagaimana pula kondisi intelektual, kepercayaan, social, dan ekonomi bangsa Arab pada saat sebelum islam datang ?


PEMBAHASAN

Latar Belakang dan Asal Usul Bangsa Arab
Menurut rumpun bangsa, bangsa Arab merupakan bangsa Semit (Samiyah) keturunan Syam bin Nuh yang dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Arab Baidah dan Arab Baqiyah. Arab Ba’idah, yaitu kaum Arab kuno yang sudah punah jauh sebelum islam lahir. Sedangkan Arab Baqiyah yaitu kaum  terbagi atas Arab Aribah dan Arab Musta’ribah (Musta’arribah)[1].
a.       Arab Aribah atau disebut juga dengan Arab Qahthaniyah berasal dari Yaman yang kemudian berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku, diantaranya yang terkenal adalah kabilah Himyar (terdiri dari suku Zaid Al-Jumhur, Qadha’ah, dan Sakasik) dan kabilah Kahlan yang terdiri dari suku Uzd, Aus, Khazraj, anak keturunan Jafnah raja Syam, dll.
b.      Arab Musta’ribah. Cikal bakal Arab Musta’ribah adalah Nabi Ibrahim AS. Mereka juga disebut al-Arab al-Adnaniyah karena salah satu keturunan Nabi Ismail yang bernama Adnan dan keturunan Adnan inilah yang kemudian melahirkan suku Quraisy.
Menurut asal usul keturunan, bangsa Arab dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail bin Ibrahim).  Qahthan adalah keluarga yang datang dari sebelah timur sungai Euphrat lalu bernegri di Hadramaut dan Yaman, bagian selatan semenanjung Arab. Sedangkan Adnan mendiami Mekkah dan di daerah sekitarnya (Hijaz). Mereka keturunan Ismail bin Ibrahim yang datang ke Mekkah dan mendirikan Ka’bah. Dari golongan Adnan inilah lahir beberapa Kabilah, antara lain Kinanah yang melahirkan kaum Quraisy.
Dari segi pemukimanya bangsa Arab dibagi menjadi ahl al-badwi dan ahl al-hadlar . Kaum badwi adalah penduduk padang pasir yang tinggal di daerah sahara/padang pasir/gurun yang mana karakteristik penduduknya masih nomaden yang dipimpin oleh kepala suku. Dari kehidupan yang nomaden inilah menyebabkan tidak memberi peluang bagi mereka untuk membangun peradaban. Sedangkan daerah pesisir atau ahl al-hadlar merupakan daerah yang mengelilingi Jazirah dan karakteristik penduduknya sudah hidup menetap di kota-kota atau daerah pemukiman yang subur. Dari kehidupan yang sudah menetap inilah memberi peluang bagi mereka untuk membangun peradaban dan sudah banyak kebudayaan dan peradaban yang sudah dicapai, diantaranya yaitu banyaknya kerajaan yang sudah berdiri misalnya di Saba’, Ma’in , dsb.
Kondisi Geografis Jazirah Arab
            Jazirah Arab memiliki luas satu juta mil persegi atau tepatnya 1.745.900 km. Tanah Arab dinamai Pulau Gundul karena merupakan suatu tanah semenanjung yang kurang subur dan terdapat banyak gunung batu. Sedangkan Jazirah Arab termasuk salah satu daerah yang paling kering dan panas di muka bumi ini[2].
            Jazirah Arab berbentuk empat persegi panjang, yang sisi-sisinya tidak sejajar. Di sebelah barat berbatasan dengan laut Merah dan gurun Sinai, sebelah timur berbatasan dengan Teluk Arab (Persia), sebelah selatan berbatasan dengan laut India, dan sebelah utara dengan gurun (padang pasir) Irak dan Syiria.
            Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian besar yaitu bagian tengah dan pesisir/ tepi. Namun kebanyakan dari mereka mendiami wilayah pinggir jazirah dan sedikit yang tinggal di pedalaman. Adapun bagian tengah dari Jazirah Arab itu sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu Nejed (utara) dan Al-Ahkaf (selatan) atau disebut juga Rub al-Khali.  di bagian tengah merupakan padang pasir (gurun sahara) yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a.       Al-Nufud disebut juga al-badiyah. Terletak mamanjang 140 mil dari utara ke selatan. Di sahara ini sangat jarang terdapat oase dan mata air.
b.      Al-Dahna. Sebutan ali untuk al-dahna adalah al-Ahqaf (gurun pasir) atau al-Rab’al-Khal (tanah kosong). Daerah ini merupakan daerah tandus, keras dan pasir yang bergelombang.
c.       Al-Harrah. Daerah ini terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam yang menyebar mencapai 29 buah di seluruh sahara ini.
Kondisi Intelektual Bangsa Arab Pra Islam
Masyarakat Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, dikenal dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah (yang berasal dari bahasa Arab dari kata jahala yang berarti bodoh), maka secara harfiyah bisa disimpulkan bahwa masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh. Jahiliyyah biasanya dikaitkan dengan masa sebelum Rasulullah S.A.W lahir. Sesungguhnya kata Jahiliyyah sendiri adalah mashdar shina’iy yang berarti penyandaran sesuatu kepada kebodohan[3].
Kebodohan menurut MannaKhalil al-Qathtan ada tiga 3 makna, yaitu:
      ·         Tidak adanya ilmu pengetahuan (makna asal).
      ·         Meyakini sesuatu secara salah.
·         Mengerjakan sesuatu dengan menyalahi aturan atau tidak mengerjakan yang seharusnya dia kerjakan.
Yang dimaksud masyarakat jahiliyah sebelum datangnya Islam adalah keseluruhan masyarakat (tidak hanya Arab), yang menjauhi nilai-nilai fitrah, yang sudah dibawa oleh para Rasul pembawa risalah tauhid. Sebutan jahiliyah ini perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, sebab dari situlah akan terbangun pola kontruksi terhadap masyarakat Arab masa itu, yang di dalamnya adalah juga nenek moyang Nabi Muhammad SAW dan sekaligus cikal bakal masyarakat Islam.
Jika masyarakat jahiliyah kita artikan sebagai masyarakat bodoh dalam pengertian primitif yang tak mengenal pengetahuan atau budaya; tentu sulit dipertanggungjawabkan, karena berdasarkan data sejarah, masyarakat arab waktu itu juga telah memiliki nilai-nilai peradaban sesederhana pun peradaban itu.
Seorang pujangga Arab Syiria, Jarji Zaidan, membagi masa jahiliyah kepada dua masa yakni:
1. Arab Jahiliyyah pertama (Al Arabul Jahilliyatul Ula) yaitu zaman sebelum sejarah sampai abad lima masehi.
      2. Arab Jahiliyah kedua (Al Arabul Jahiliyatus Tsaniyah) yaitu dari abad kelima masehi sampai lahir Islam.
Kalau kita perhatikan kembali, orang-orang Arab dalam kedua zaman tersebut tidak semuanya bodoh. Seorang ahli sejarah Islam terkenal Ahmad Amin mendefinisikan kata-kata “Arab Jahiliyah” yaitu orang-orang Arab sebelum Islam yang membangkang kepada kebenaran, mereka terus melawan kebenaran, sekalipun mereka telah mengetahui bahwa itu benar.
Para wanita dan laki-laki bebas bergaul, malah untuk berhubungan lebih dalam pun tidak ada batasan. Dan yang lebih mengerikan lagi adalah, seorang wanita bisa bercampur dengan lima atau bahkan lebih laki-laki sekaligus. Pada masa itu perzinaan dianggap suatu hal yang biasa, tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.
Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki ayng diluar wajar, seperti:
      1.  Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki lain yang menjadi wali wanita itu, lalu dia dapat menikahi wanita itu seketika itu pula setelah menyerahkan mas kawin.
      2.  Para laki-laki bisa mendatangi wanita wanita sesuka hatinya.
      3. Pernikahan istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada laki-laki lain.
      4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan pertempuran. Untuk pihak yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan menghalalkannya menurut kemauannya.

Agama dan Kepercayaan
            Sebelum Islam lahir ada di antara bangsa Arab yang berfikir untuk melepaskan diri dari berhala dan kurafat. Mereka menganut agama Tauhid yaitu agama Nabi Ibrahim keyakinan itu dicampuradukan dengan tahayul dan kemusyrikan seperti menyekutukan Tuhan dengan bulan, matahari, behala dan lainnya[4]. Agama ini menyarikatkan  Allah  dengan menyembah Anshab, Autsan dan Ashnam. Anshab merupakan batu yang belum memiliki bentuk, Autsan berupa patung yang terbuat dari batu dan Ashnam patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung yang tidak terbuat dari batu. Penduduk  bangsa arab menganut agama dan kepercayaan yang sangat beragam dan tidak teratur. Asal mula penyembahan berhala adalah karena mereka mensucikan dan menyembah batu-batu  yang  ada di sekitar ka’bah kemudian mereka membawa kemana-mana. Di samping itu ada beberapa berhala yang berasal dari  luar kota Makkah antara lain Manah (Manata) dari Yastrib, al-Latta dari Thaif dan al-Uzza dari Hijaz yang merupakan berhala tertua. Hubal merupakan berhala yang terbesar yang diletakkan di dalam ka’bah, berhala ini terbuat dari batu akik yang berbentuk manusia[5].
            Hubal merupakan berhala yang terbesar julukan berhala diberikan berkaitan dengan tujuan penyembahan. Manata/Manah berarti yang maha kuasa, manata disembah oleh kabilah Huzail dan Khuza’ah. Latta merupakan perlambang dari matahari dan Uzza perlambang bunga. Waddan perlambang kasih saying, Suwan lambing kekerasan, Yagulsan lambing kesulitan dan Nasran lambing kekuatan dan kecepatan. Setiap kabilah memiliki berhalankesayangan yang disimpan dalam rumah dan disembah pada waktu tertentu. Kabilah Himyar dan keturunan Balqis menyembah matahari. Kabilah Thaiy menyembah binatang Tsurayah. Kabilah Tamin menyembah bintang syura dan al-Abur. Kabilah Rabiah menyembah bulan dan lain sebagainya.
            Selain menyembah berhala, agama dan kepercayaan lain juga dipegang oleh bangsa Arab. Ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi dan Masehi. Penduduk yaman, najran dan syam memeluk agama Masehi. Agama nasrani mlalui Bezantium dipeluk penduduk Hirah dan Ghassan. Sedangkan agama Yahudi dipeluk oleh penduduk Yahudi imigram di Yaman dan Yastrib yang besar jumlahnya. Pusat-pusat agama Yahudi terdapat di Taima, Wadi al-Qura, Fadk, Khaibar dan yang terpenting adalah Yastrib. Ada pula pemeluk agama Majusi (Mazdaisme), agama orang arab yang lebih berdekatan dengan Persia, serta wilayah pesisir teluk arab dan Yaman. Sedangkan agama Shabi’ah berkemang di Iraq dan yang lainnya dianggap sebagai agama kaum Ibrahim Chaldeans. Banyak penganut agama Yahudi yang mendirikan koloni di sekitar jazirah Arab, diantaranya adalah Yastrib. Walaupun agama Yahudi dan Nasrani sudah masuk ke jazirah arab, tetapi bangsa arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka yaitu percaya kepada dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala. Orang-orang arab juga mengundi dengan menggunakan al-azlam atau anak panah yang tidak ada bulunya. Berkaitan dengan kehendak mereka dalam mengambil keputusan seperti menikah, bepergian, dll. Mereka juga melakukan hal perjudian dan undian, mereka juga percaya kepada perkataan peramal, orang pintar dan ahli nujum. Semua itu adalah syirik dan keyakinan terhadap tahayul dan kurafat. 
            Dalam bidang akidah mereka sudah jatuh kedalam mempersekutukan Tuhan atau musyrik, dengan cara mempercayai benda-benda atau segala sesuatu selain Tuhan. Kepercayaan kepada segala sesuatu selain Allah ini merupakan kekeliruan besar, karena telah menjatuhkan martabat manusia sebagai makhluk yang dianggap mulia, menjadi makhluk yang berada dibawah derajat makhluk lainnya.
            Dalam bidang ibadah mereka telah memuja atau menyembah berhala yang mereka bikin sendiri. Mereka telah tersesat dalam menggunakan akal sehatnya, mereka telah menyembah dan memuja segala sesuatu yang sesungguhnya yang tidak mampu mendatangkan manfaat atau menolak mudarat. Atas dasar ketidakcerdasan atau kekeliruan maka mereka disebut kaum jahiliyah. Dalam bidang akhlak mereka telah menerapkan pola hidup bebas tanpa batas dalam memperturutkan hawa nafsu syahwat dan nafsu materi. Berzina, berjudi, mabuk-mabukan, berkelahi, membungakan uang (riba) merampok,bahkan membunuh anak perempuan hidup-hidup merupakan bagian dari akhlak mereka.
Kondisi Sosial Bangsa Arab Pra Islam
            Bila dilihat dari asal usul keturunan, penduduk jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail ibn Ibrahim). Pada mulanya wilayah utara diduduki golongan ‘Adnaniyun, dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyun. Akan tetapi, lama kelamaan kedua golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dari Utara ke Selatan atau sebaliknya[6].
            Masyarakat baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Mereka suka berperang, karena itu peperangan antar suku sering sekali terjadi. Dalam masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah.
            Pada sisi yang lain, meskipun masyarakat Badui mempunyai pemimpin, namun mereka hanya tunduk kepada syaikh atau amir (ketua kabilah) itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Diluar itu, syaikh atau amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
            Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Pengetahuan mengenai sejarah Arab pra Islam diperoleh melalui syair-syair yang beredar dikalangan para perawi syair. Masyarakat Badui sangat bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar dalam menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan. Dan hampir seluruh penduduk Badui adalah penyair.[7]
Dalam perkawinan, mereka mengenal berbagai macam, diantarnya adalah:
1)   Istibdla
       yaitu seorang suami meminta kepada istrinya supaya berjimak dengan laki-laki yang dipandang mulia atau memiliki kelebihan tertentu seperti keberanian dan kecerdasan. Selama istri “bergaul” dengan laki-laki tersebut, suami menahan diri dengan tidak berjimak dengan istrinya sebelum terbukti bahwa istrinya hamil. Tujuan perkawinan semacam ini adalah agar istri melahirkan anak yang memiliki sifat yang dimiliki oleh laki-laki yang menyetubuhinya yang tidak dimiliki oleh suaminya. Seperti seorang suami merelakan istrinya berjimak dengan raja sampai terbukti hamil agar memperoleh anak yang berasal dari orang terhormat.
2)   Poliandri
       yaitu beberapa lelaki berjimak dengan seorang perempuan. Setelah perempuan itu hamil dan melahirkan anak, perempuan tersebut memanggil semua lelaki yang pernah menyetubuhinya untuk berkumpul di rumahnya. Setelah semuanya hadir, perempuan tersebut memberitahukan bahwa ia telah dikaruniai anak hasil hubungan dengan mereka, kemudian perempuan tersebut menunjuk salah seorang dari semua laki-laki dan yang ditunjuk tidak boleh menolak.
3)   Maqthu
       yaitu seorang laki-laki menikahi ibu tirinya setelah bapaknya meninggal dunia. Jika seorang anak ingin mengawini ibu tirinya, dia melemparkan kain kepada ibu tirinya sebagai tanda bahwa ia menginginkannya, sementara ibu tirinya tidak memiliki kewenangan untuk menolak. Jika anak laki-laki tersebut masih kecil, ibu tiri diharuskan menunggu sampai anak itu dewasa. Setelah dewasa, anak tersebut berhak memilih untuk menjadikannya isteri atau melepaskannya.
4)   Badal
       yaitu tukar menukar isteri tanpa bercerai terlebih dahulu dengan tujuan untuk memuaskan hubungan sex dan menghindari dari kebosanan.
5)   Shighar
       yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara perempuannya kepada seorang laki-laki tanpa mahar.
Di samping tipe perkawinan di atas, bahwa ada beberapa perkawinan lain yang terjadi pada bangsa Arab sebelum datangnya Islam yaitu:
1)   Bentuk perkawinan yang diberi sanksi oleh Islam, yakni seseorang meminta kepada orang lain untuk menikahi saudara perempuan atau budak dengan bayaran tertentu (mirip kawin kontark).
2)   Prostitusi sudah dikenal. Biasanya dilakukan kepada para pendatang/tamu di tenda-tenda dengan cara mengibarkan bendera sebagai tanda memanggil. Jika wanitanya hamil, maka ia akan memilih di antara laki-laki yang mengencaninaya itu sebagai bapak dari anaknya yang dikandung.
       Mengenai tatanan masayrakat Arab pra Islam yang cenderung merendahkan harkat dan martabat wanita, dengan suatu bentuk kejahatan-kejahatan sosial yakni memperlakukan wanita secara sewenang-wenang, poligami yang tak terbatas, tidak adanya hak pemilikan, dan kelaziman membunuh bayi perempuan.[8]
Kondisi Politik Arab Pra Islam
            Penduduk yang berbudaya dan mendiami pesisir jazirah Arab mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang mengitarinya. Mereka mampu membuat alat-alat dari besi, bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan. Kota-kota mereka merupakan kota perniagaan dan memang jazirah Arab ketika itu merupakan daerah yang terletak pada jalur perdagangan yang menghubungkan antara Syam dan Samudera India.Golongan Qahthaniyun, pernah mendirikan kerajaan Saba’ dan kerajaan Himyar di Yaman, bagian selatan jazirah Arab. Kerajaan Saba’ inilah yang membangun bendungan Ma’arib, sebuah bendungan raksasa yang menjadi sumber air untuk seluruh wilayah kerajaan. Pada masa kejayaan nya, kemajuan kerajaan Saba’ di bidang kebudayaan dan peradaban, dapat dibandingkan dengan kota-kota dunia lain saat itu. Bekas-bekas kerajaan ini sekarang masih terbenam dalam timbunan tanah. Pada masa pemerintahan Saba’, bangsa Arab menjadi penghubung perdagangan Eropa dan dunia Timur jauh. Setelah kerajaan mengalami kemunduran, muncul kerajaan Himyar menggantikannya. Kerajaan ini terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajah mengarungi India, Cina, Somalia, dan Sumatera ke pelabuhan-pelabuhan Yaman.
            Terutama setelah bendungan Ma’arib runtuh, masa gemilang kerajaan Himyar sedikit demi sedikit memudar. Banyak bangunan roboh dibawa air dan sebagian besar penduduk mengungsi ke bagian Utara jazirah. Karena daerah ini berada pada jalur perdagangan yang strategis dan tanahnya subur, daerah ini tetap menjadi incaran kerajaan besar Romawi dan Persia yang selalu bersaing menguasainya.
            Bagian lain dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain, baik karena sulit dijangkau maupun karena tandus dan miskin adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Makkah, kota suci tempat Ka’bah berdiri.
            Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota itu, di dirikanlah suatu pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa, yaitu Jurhum sebagai pemegang kekuasaan politik dan Ismail (keturunan Nabi Ibrahim), sebagai pemegang kekuasaan atas Ka’bah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku terakhir inilah yang kemudian mengatur urusan-urusan politik dan urusan-urusan yang berhubungan dengan Ka’bah.
            Ada sepuluh jabatan tinggi yang dibagi-bagikan kepada kabilah-kabilah asal suku Quraisy, yaitu hijabah (penjaga kunci-kunci Ka’bah), siqayah (pengawas mata air zamzam untuk para peziarah), diyat (kekuasaan hakim sipil dan kriminal), sifarah (kuasa usaha Negara atau duta), liwa’ (jabatan ketentaraan), rifadah (pengurus pajak untuk orang miskin), nadwah (jabatan ketua dewan), khaimmah (pengurus balai musyawarah), khazinah (jabatan administrasi keuangan), dan azlam (penjaga panah peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewa).[9]
Kondisi Ekonomi Arab Pra Islam
Karena tanah yang kurang subur di daerah semenanjung arab, maka orang arab berpindah tempat dalam mencari rizki. Orang-orang arab suka memelihara unta untuk dikendarai dan menembalakan ternak berupa domba, kambing, kuda dan lain-lain untuk penghidupa mereka. Unta dan kuda memegang peranan penting dalam kehidupan di padang pasir. Nilai unta dapat digunakan untuk jumlah mas kawin, besarnya denda atas pembunuhan. Air susu unta diminum sebagai pengganti air karena air hanya diberikan kepada ternak. Kulit unta digunakan menjadi pakaian dan perkemahan sedangkan kotorannya dijadikan bahan bakar. Kuda memiliki keuntungan dalam penyerangan memperebutkan padang rumput dan aspek lain kehidupan. Akan tetapi penghasilan mereka dari memelihara dan berternak binatang pemeliharaan tidaklah mencukupi, sehingga hal tersebut sering menimbulkan keributan antara satu kaum atau dengan kelompok lain.
Sebagian mereka ada yang berdagang. Dalam hal ekonomi perdagangan, bangsa arab mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perdagangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Orang  Quraisy adalah bangsa saudagar yang sangat menyukai perdagangan. Mereka behubungan dengan negara-negara maju, Makkah menjadi jalur perdagangan lokal dan jalur perdagangan dunia yang sangat penting, yang menghubungkan antara utara (syam) dan selatan (yaman), antara timur (Persia) dan barat (abesinia dan mesir).
Orang arab mengenal perindustrian dan kerajinan yaitu kebanyakan hasil kerajinan seperti jahit menjahit, menyamak kulit dan lainnya berasal dari rakyat yaman.  Sedangkan pertanian di arab hanya daerah-daerah tertentu yang subur dan terdapatnya wadi/oase yang bisa menghasilkan, hijaz banyak ditumbuhi kurma, kurma merupakan makanan utama masyarakat badui arab. Gandum tumbuh di yaman, anggur dan zaitun dibudidayakan di susriah yang kemudian dibawa ke Taif.[10]
Bangsa Arab jahiliyah, tinggal di kota dan di pendesaan. Penduduk yang tinggal di kota disebut suku Hadary, artinya penduduk yang menetap di kota. Mata pencaharian mereka berdagang. Sedangkan penduduk pendesaan disebut suku Badui yang suka berpindah-pindah tempat. Golongan penduduk inilah yang terbesar jumlahnya dibandingkan dengan penduduk lainnya. Mata pencaharian mereka adalah bertani dan berternak.  Secara garis besar, mata pencaharian atau pekerjaan masyarakat  Arab jahiliyah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu perdagangan, pertanian, dan perternakan.[11]
a.          Perdagangan Suku Arab yang tinggal di kota seperti makkah dan madinah,  mayoritas  bekerja sebagai pedagang. Perdagangan di kota makkah dan madinah pada zaman jahiliyah sudah sangat maju. Mereka berdagang bahkan sampia ke luar negeri. Mereka melakukan perjalanan dagang dengan jalan kaki,naik unta atau naik kuda.  Negara tujuan mereka adalah Syam (Syiria), Yaman, Persia, Habsy, dan  Mesir.  Barang dagangan yang mereka bawa antara lain kemenyan,kain sutra,barang logam,kulit,dan minyak wangi dan setelah kembali berdagang disana mereka membawa gandum, minyak zaitun,beras,jagung,dan pakain untuk dijual lagi di kota makkah dan madinah. Pusat  perdagangan yang terkenal di makkah adalah pasar  Ukaz yang  terletek di dekat  ka’bah,  pasar  Dzil Majad, dan pasar  Majnah.
b.    Pertanian Tanah sebagian di Arab berupa padang pasir yang sangat luas, panas dan gersang tetapi juga terdapat lahan yang subur yang terletak di lembah-lembah yang terdap mata air (oase)  dan sering turun hujan. Tanah pertanian yang utama terdapat di daerah Thaif. Hasil pertanian mereka antara lain sayur dan buah-buahan. Hasil  pertanian itu  kemudian dijual ke kota-kota seperti makah dan  madinah.
c.    Perternakan. Masyarakat yang bermata pencaharian sebagai peternak adalah suku Arab pendalaman yang disebut  Badui. Jenis binatang  yang  dipelihara  adalah domba dan unta.
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka kami simbulkan bahwa dari aspek geografis, Jazirah Arab memiliki luas 1.745.900 km2 yang mana di daerah ini merupakan daerah yang kurang subur , banyak gunung berbatu dan merupakan tempat terpanas dimuka bumi ini. Jazirah Arab terdiri dari dua bagian, yaitu bagian tengah dan pesisir.
Dilihat dari aspek asal usulnya, terdapat 3 kategori. Yaitu menurut rumpun bangsa¸ terbagi menjadi kaum Arab baidah dan Arab Baqiyah. Menurut Asal usul keturunannya, ada keturunan Qathan (Qathaniyun), dan Adnaniyun keturunan dari Ismail bin Ibrahim. Dan terakhir, dilihat dari segi pemukimanya, bangsa Arab ada yang tinggal di ahl al-badwi (padang pasir) dan ada yang tinggal di alh al-hadlar (pesisir).
Dari segi  intelektual dan kepercayaan, bangsa Arab mengalami masa atau jaman pembodohan yang mana masih jauh dari kebenaran. Adapun kepercayaan yang ada pada saat itu terdapat agama Tauhid yaitu agama yang dibawa oleh nabi Ibrahim AS, watsaniyah/hanif yaitu kepercayaan untuk menyembah berhala, selain itu juga ada agama Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Undi Nasib.
Dari segi sosialnya, pada zaman sebelum kedatangan islam, bangsa Arab sudah memiliki ikatan social antara masyarakatnya, terbukti dengan adanya kabilah-kabilah dan suku pada saat itu. Dan yang terakhir, dari segi Ekonomi, masyarakata Arab pada saat itu banyak melakukan aktivitas seperti berdagang, berternak, pertanian dan industry.
Demikianlah uraian yang dapat kami simpulkan semoga dapat menjadi bahan acuan bagi saudara semua dan dapat bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA

Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam. Cetakan I.  Yogyakarta : Teras.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Perasada.


[1] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta : Teras, 2012), hlm.8-10.
[2] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta : Teras, 2012), hlm.5-6.

[4] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta : Teras, 2012), hlm.13-14.
[5] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta : Teras, 2012), hlm.14.
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 10.

[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 10-11.
[8] http://agussuryanalaga.blogspot.com/2013/10/masyarakat-arab-pra-islam.html?m=1
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 12-14.
[10] Khoiriyah, Reorientasi Wawan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta, teras : 2012) hal, 18-19.

1 komentar: